Kucing Berubah Jadi Manusia

Karya oleh seniman tato Jepang: Kazuaki Horitomo Kitamura

Kalian tau transmogrified? Itu adalah proses transformasi sesuatu menjadi sesuatu yang lain secara majikal. Magic. Termasuk kucing yang bisa berubah menjadi manusia.

Tarian kucing.    Di Jepang, jika ada handuk yang hilang terus ditemukan tergeletak begitu saja, biasanya handuk itu langsung diletakkan di atas kepala kucing. Orang sana percaya, kalau kucing akan menari-nari dengan handuk di kepalanya, di kuil ataupun di lumbung padi.

Kucing dan Peperangan antar Klan.    Tradisi di sana, kucing sering ber-transmogrified dari kucing menjadi manusia. Ada cerita kucing dari Prefektur Saga, seperti yang diceritakan oleh keluarga Klan Nabeshima, sebuah klan terkuat di prefektur ini.

Salah satu nenek moyang mereka membunuh seseorang bernama Ryuzoji – pemimpin dari klan Ryuzoji, karena Ryuzoji ini memelihara kucing yang bisa ber-transformasi menjadi Lady Nabeshima.

Klan Nabeshima merasa terhina dan tersulut, kok bisa-bisanya ada kucing bertransformasi jadi salah satu anggota keluarga mereka, Lady Nabeshima. Ternyata kucing yang ber-transmogrified itu mengambil bentuk dari Lady Nabeshima yang sebenarnya telah dibunuh terlebih dahulu oleh Klan Ryuzoji.

Jadi Klan Ryuzoji yang punya kucing ajaib itu, punya dendam tersendiri kepada Klan Nabeshima. Mereka dendam atas dibunuhnya tetua mereka, maka keluarga dari klan ini banyak membunuh perempuan dari Klan Nabehsima.

Dan anehnya kucing-kucing peliharaan mereka sering berubah wujud mirip perempuan-perempuan yang mereka bunuhi.

Balas dendam memang tiada akhirnya,

akhirnya inisiatif pintar diambil oleh Klan Nabeshima yang akhirnya menghabisi sendiri sumber dari peperangan mereka, yaitu si kucing jadi-jadian yang bisa berubah wujud menjadi perempuan-perempuan keluarga Klan Nabeshima yang telah dibunuhi.

Kapal Tosa Maru.   Banyak yang bilang, di suatu bangunan, kalau ada tikus atau kucing yang lari keluar tunggang-langgang, itu biasanya akan ada kebakaran. Kata lain, kaburnya mereka dari suatu bangunan adalah pertanda datangnya bencana.

Ada kapal bernama Kapal Tosa Maru – yang merupakan sebuah kapal dari perusahaan Nippon Yusen Kaisha (N.Y.K. Line :perusahaan kapal terbesar di Jepang yang merupakan pusat dari perusahaan Mitsubishi) – merapat ke Eropa saat Perang Eropa.

Semua awak di Kapal Tosa Maru itu ternyata punya satu hewan kesayangan yang sama, yaitu seekor kucing. Pada suatu hari, setelah kapal meninggalkan Liverpool tanggal 1 Oktober 1918, tiba-tiba kucing kesayangan mereka menghilang entah ke mana.

Semua mencari tapi tidak ketemu, sampai semua kru berubah pucat pasi. Ada apakah ini?

Dan keesokannya, Kapal Tosa Maru melihat kapal selam milik Jerman berlayar di permukaan, dan benar saja kapal selam itu menyerang kapal Tosa Maru dengan menembakkan torpedo pada tanggal 4 Oktober 1918 pada jam 17.15.

Sedangkan si kucing, diyakini telah lari duluan karena ia mengetahui dirinya akan berbahaya jika di kapal. (Tapi kan di laut kucing takut air?)

Banyak yang percaya, kucing mengerti kalau diajak ngomong dan banyak juga cerita tentang kucing yang membantu tuannya.

Seperti…

Membantu merekonstruksi rumah yang hancur,

bahkan kucing tahu balas budi saat tuannya meninggal, kucing itu ikut mati.

Di Kuil Gotoku-ji , ada makam kucing yang ramai dikunjungi.

Sedangkan di Kuil Sairin-ji di Omaezaki Provinsi Totomoi, ada makam kucing yang melindungi kuil itu dan mati karena bertengkar dengan werog (tikus besar) yang berwujud pendeta pengemis.

Enma atau Raja Yama Penguasa Tanah Kematian

Dua pencuri yang kualat. Mereka ingin mencuri mata permata dari patung Enma, mereka langsung kena batunya.

“Kalau kamu bohong, nanti lidahmu dipotong sama Raja Enma lho!” Biasanya kalau anak-anak suka bohong, ibu mereka langsung mengancam seperti itu. Enma, atau Raja Yama, menguasai kematian dan dunia bawah tanah atau biasa disebut neraka. Seperti tokoh Hades dalam film kartun Hercules. Ia adalah raja yang menyeramkan dan ditakuti karena tugasnya adalah menghukum orang-orang yang berdosa di neraka sana.

Raja Yama selalu mengenakan mahkota Kerajaan Cina di atas kepalanya, ia memiliki penampilan yang bermartabat dengan muka yang selalu merah dan mata yang marah. Siapa yang mau masuk neraka dan bertemu dia? Di neraka sana, di kerajaannya dia biasa ditemani oleh perempuan berwajah mengerikan yang menjaga sungai Styx. Dalam mitologi Yunani, Styx berarti kebencian. Namun menurut ajaran Buddha, sungai ini bernama Sungai Tiga Cabang. Sungai ini ibarat jembatan Shiratal Mustaqim. Tiga jenis orang dapat menyeberang sungai ini dengan tiga cara: orang baik akan menyeberang lewat jembatan, orang dengan dosa kecil menyeberang di area sungai yang dangkal, dan orang dengan dosa besar harus menyelam untuk ke seberang dan sudah siap disambut oleh wanita kejam yang siap melucuti pakaian mereka.

Orang dengan dosa besar tadi ditangani tanpa ampun. Setelah dilucuti ia disambut oleh dua ogre (raksasa jelek) untuk dibawa ke pegunungan penuh pedang tajam dan jarum, dengan terlebih dahulu melalui perjalanan menyusuri lembah berapi. Lalu dia memiliki 3 penyampai pesan, Umur, Rasa Sakit, dan Kematian. Ketiganya dikirim secara konstan ke dunia atas untuk memperingatkan manusia berbuat dosa. Siapa yang segera bertobat akan dijaminkan dapat menyeberangi sungai itu dengan lancar. Bagi yang masih berbuat dosa walau sudah tau konsekuensinya, ya… selamat bertemu dengan perempuan kejam dan dua ogre di neraka.

Ningyo atau Putri Duyung

Ningyo dalam bahasa Jepang artinya manusia-ikan. Nelayan yang bersaksi pernah melihat putri duyung sudah ada sejak tahun 619 saat Kaisar Suiko memimpin Jepang. Kata seorang nelayan, ia menangkap ikan yang sangat aneh. Ikan aneh ini memiliki kepala seorang wanita, mempunyai badan yang bersisik seperti ikan dan mempunyai sirip seperti tangan manusia.

Seseorang bernama Tomomori dari keluarga Taira sedang menjaring ikan di Beppo, provinsi Ise. Katanya ada ikan aneh yang tersangkut di jaringnya. Bentuknya memang ikan tapi kepalanya kepala manusia, giginya gigi ikan. Dan ikan itu menangis kencang seperti bayi. Hiii, makhluk apa itu?

Sedangkan penampakan putri duyung sendiri di Jepang dipahami sebagai sesuatu yang membawa sial. Karena waktu itu tahun 1189, putri duyung yang mati terdampar di pantai Soto-no-Hama, dan benar saja di musim gugur tahun yang sama, Fujiwara Hidehira (pemimpin klan Fujiwara) menyuarakan perang terhadap Kaisar.

Lagi, ditemukan putri duyung yang sudah mati di dekat Akita tahun 1213. Oh tidak, pertanda buruk lagi, dan benar, Wada Yoshiori menyatakan perang terhadap pemerintah setempat.

Putri duyung yang ditemukan mati sepertinya diyakini memberi peringatan terhadap sesuatu yang buruk di masa depan. Contohnya pada tahun 1203, ditemukannya putri duyung mati kemudian pembunuhan terhadap Shogun ke-3 Sanetomo dari Minamoto terjadi. Pada tanggal 11 Maret 1247, ditemukan lagi dan kali ini, kemunculannya diharapkan TIDAK LAGI membawa sial. Doa-doa dipanjatkan di Kuil Hachiman. Namun, hasilnya tetap saja kesialan, peristiwa perang tetap terjadi antara pemerintahan Hojo dengan Miura Yasutoki.

Otsuki Gentaku, seseorang yang terpelajar, mengaku pernah melihat satu.

“Waktu itu awal masa Enkyo (1744 – 1747), aku dan tanteku dan omku pergi naik perahu di Hirado (dekat Nagasaki) untuk berekreasi. Saat perahu kami ngebut di Genkai-nada, tiba-tiba muncul kepala wanita berambut coklat ke permukaan, kira-kira berjarak 3 meter dari perahu kami. Semuanya kaget melihat kepala menyembul begitu saja dari permukaan. Wajahnya putih pucat, rambutnya berwarna coklat, ia pun melempar senyum kepada kami di perahu. Sedetik kemudian ia menghilang begitu saja ke laut, dan kami lihat badannya seperti ikan. Sepertinya aku baru saja melihat putri duyung.”

Kuil Inari atau Kuil Rubah

Turis dan pengunjung kuil terserah mau menggambar wajah rubah seperti apa di kuil ini.
Bagi turis kebanyakan, kuil ini dianggap sebagai kuil untuk memuja rubah. Padahal bukan. Rubah yang banyak terdapat di kuil ini adalah sekedar penyampai pesan. Pesan ke siapa? Pesan kepada Putri Ugatama si Dewi Lumbung Padi. Inilah yang sebenarnya disembah, si Dewi Lumbung Padi.
Awal ceritanya, tahun 711, Iroko dari keluarga Hata yang keturunan Cina punya banyak sekali sawah, punya banyak sekali lumbung padi. Karena hidup yang berkecukupan, mereka membuat sebuah kuil di Fushimi (dekat Kyoto) untuk menghormati Dewi Lumbung Padi.
Iroko membangun kuil ini tepat pada hari pertama zodiak Kuda di bulan Februari, maka dari itu, tiap tahunnya, hari itu diperingati sebagai hari Festival Rubah.

Pendeta Kobo yang hidup di abad ke-9, katanya sempat bertemu di Kuil Higashi, kakek rambut putih yang memikul beberapa ikat padi di kedua pundaknya. Di tangan kanannya si kakek memegang sabit. Pendeta Kobo bertanya kepada kakek itu, “habis bertani, Kek?”
“Aku bukan habis ngapa-ngapain, aku adalah wujud dewa yang ada di Kuil Inari yang Iroko buat.” Dan puff! Kakek itu menghilang.

Beberapa orang menyatakan, kalau cerita di atas adalah sebenarnya pengartian dari kata “Inari” yang berarti pemikul padi. Tetapi yang lain ada yang bilang bahwa “Inari” adalah nama lain dari Putri Ukemochi (Pembawa Makanan) atau Putri Ugatama, sang Dewi 5 macam serealia. Konon, di perut Putri Ugatama ini, padi bisa tumbuh dan ia sedikit terdengar seperti “Ina-nari” (padi tumbuh). Mungkin diubah lebih simpel menjadi “Inari”.

Sekarang, mengapa kok banyak rubahnya di kuil ini?
Konon di abad ke-9 juga, bersarang sepasang rubah jantan dan betina di Kuil Inari (yang dibangun Iroko) tersebut. Dianggaplah rubah menjadi pengirim pesan dari manusia kepada Dewi Lumbung Padi.

Ada patung rubah yang digambarkan sedang menggigit kunci dan di bawah salah satu kakinya ada bola kecil. Kunci itu mewakili (kunci) lumbung padi, dan bola di kakinya adalah wujud jiwa dari Putri Ugatama.

P.S.: Di jaman feodal di Jepang, banyak ditemukan kuil-kuil Inari, mengapa?
Alasan pertama, karena padi / beras adalah makanan pokok rakyat Jepang. Bahkan gaji dan hutang di jaman feodal ini diberikan dalam bentuk beras, bukan uang. Kuil Inari didedikasikan kepada Putri Ugatama karena konon ialah yang mengajari rakyat Jepang bagaimana cara menanam padi.
Alasan yang kedua, kata “Inari” berhomonim (tulisan dan pengucapannya sama, tapi memiliki arti yang berbeda) dengan “tetap seperti dirimu”. Jaman feodal, Kuil Inari dianggap sebagai jimat agar para tuan tanah “tetap seperti dirinya”. Maksudnya, tetap di tanah kekuasaannya, tidak dipindah ke area kekuasaan klan lainnya.

Pemadam Kebakaran di Tokyo

“Api penting bagi Tokyo, yang kuno bisa berubah menjadi modern karena api.”

– Marquis Shigenobu Okuma.

Api dapat menghancurkan, api dapat berguna bagi kehidupan.
Api adalah “kembang kehidupan di Tokyo”.
Tokyo, adalah kota api. Mengapa? Tercatat sebanyak 2.000 kebakaran per tahunnya, atau bisa dikatakan, sehari Tokyo mengalami kebakaran sebanyak tiga kali.

Api menjadi penyebab kebakaran di beberapa tempat di Tokyo (Edo).
Di tahun 1601, kebakaran menghancurkan kota ini, sebelas tahun setelah istana Edo dibangun oleh Ieyasu Tokugawa.
Di tahun 1657, sebanyak 107.000 nyawa menjadi korban dalam tragedi “kebakaran besar Meireki”.
Di tahun 1772, sebanyak 223 fasilitas jalan raya rusak berat akibat kebakaran.
Tetapi itu belum seberapa, kebakaran terhebat terjadi saat Gempa Besar Kanto 1923, sebanyak 366.000 rumah hangus dengan 60.000 orang meninggal atau hilang.
Tidak heran, pemerintah Edo  membangun sistem pemadam kebakaran yang efektif.

Tak lama setelah kebakaran di tahun 1601, pemerintah mengadopsi sistem yang mengharuskan ada pasukan siap siaga yang bergerak langsung saat kebakaran terjadi. Di tahun 1629, beberapa Daimyo atau pemimpin daerah diharuskan untuk mendonasikan sebanyak 10.000 koku nasi kepada petugas pemadam. Satu orang dapat 10.000 koku; (1 koku: 4,9 gantang. 1 gantang: 35,2 liter). Nasi yang banyak sekali.

Pada tahun 1648, di Edo, terdapat 15 unit pemadam kebakaran.
Siapapun yang pernah main The Simcity di iPhone atau Android, pasti tahu betapa pentingnya pemadam kebakaran untuk sebuah kota. Tiap beberapa blok, harus ada pemadam.
Saat itu di Edo, terdapat 48 bagian siap siaga kebakaran. Masing-masing diberi nama sesuai tugasnya. Sebagaimana orang Jepang menganggap angka empat adalah angka sial, penamaan spot-spot pemadam tersebut menghindari penamaan dengan 4 kata.

Bendera “Matoi”

Bendera Matoi, atau umbul-umbul pemadam kebakaran ini adalah benda yang penting. Mengapa? Bendera yang sarat dengan rumbai-rumbai inilah yang menjadi penanda apabila ditancapkan di suatu area, maka area itu dianggap sudah clear. Artinya di situ apinya sudah padam. Sudah aman. Tapi kadang, namanya juga manusia, antar unit pemadam ada yang rebutan menancapkan bendera Matoi ini untuk mengklaim bahwa merekalah yang sudah memadamkan area itu.

Festival Dezome-Shiki: diadakan setiap tahunnya setiap bulan Januari tanggal 6, ini seperti festival tahun barunya para pemadam kebakaran. Mereka beraktraksi di festival ini membuat kita seperti sedang menikmati sirkus. Bendera Matoi juga digoyang-goyangkan untuk memeriahkan festival ini.

Penemu Akupuntur Jepang

Sugiyama-Waichi-1610-1694

Waichi Sugiyama, ia adalah penemu akupuntur di Jepang yang buta sedari bayi karena penyakit. Ia datang ke Edo (Tokyo) saat berumur sepuluh untuk belajar memijat kepala, men-shampo kepala seperti di salon-salon di bawah asuhan Ryomei Irie.
Namun sayang, bocah ini sangatlah bodoh dan sangat lambat dalam menyerap pelajaran dari sang guru. “Pulanglah ke Kyoto!” kata sang guru.

Waichi sang bocah itu, berjalan pulang namun mampirlah dulu ia ke Enoshima untuk menjalani “Tujuh Tahun Kurungan Pengabdian” di kuil kecil Dewi Benten (Saraswati). Di akhir kurungannya, Waichi kecil yang buta “melihat” Dewi pelindungnya memberi wejangan “Kembalilah ke Edo”. Dan Dewi itu tidak lupa memberikan jarum tabung untuk praktik akupuntur. Akhirnya ia benar kembali ke Edo dan belajar akupuntur serta menciptakan jarum tabung khusus akupuntur.

Lord Tsunayoshi, Shogun ke lima, saat itu sedang sakit dan membutuhkan pertolongan. Dipanggillah Waichi ke istana dan ia memberikan pengobatan akupuntur kepada Lord Tsunayoshi, yang kemudian sembuh dari sakitnya.

Lord Tsunayoshi berkata, “Aku sungguh menghargai pengobatanmu, ada yang bisa aku berikan untuk membalas budimu wahai Waichi si buta?”
“Ada, satu hal Yang Mulia. Satu hal yang sangat saya inginkan.”
“Sebutkanlah.”
“Saya berharap diberi mata, Yang Mulia.”
“Oke, Waichi si buta, kamu memang pantas mendapatkan satu mata.”

Apakah ia akan dioperasi dan diberi mata yang baru?
Lord Tsunayoshi tidak bisa memberika mata yang baru itu, sebagai gantinya ia memberikan banyak sekali tanah kepada Waichi dengan ukuran “satu mata” di jalan Hitotsume. Ia juga diberikan bantuan 500 koku nasi (1 koku = 4,9 gantang; 1 gantang = 35,2 liter); jadi ia menerima sekitar 500 x 4,9 x 35,2 = 86. 240 liter nasi per tahunnya. Banyak sekali!

Tidak lupa dengan asal-usul kesuksesannya, di tanahnya yang baru ia membuat Enoshima kecil lengkap dengan kuilnya. Sebagai rasa syukur terhadap Dewi pelindungnya. Ia pun mulai mendirikan sekolah bagi para tuna netra, anak laki-laki yang buta bisa belajar akupuntur di sana. Totalnya, ia berhasil membangun sebanyak 45 cabang sekolah akupunturnya. Inilah sekolah pertama untuk para tuna netra.

Waichi meninggal pada tahun 1694 saat berusia 80 tahun. Ia dikebumikan di Enoshima. Saat ini, para akupuntur di Jepang wajib punya sertifikat dari pemerintah terlebih dahulu jika ingin buka praktek.